"Lalu apa yang kau inginkan dariku saat ini?, dan apakah yang harus
saya jawab kelak, ketika saya nanti di hadapkan di Mahkamah Allah, dan Dia
bertanya tentang kambing dan harganya itu?. Apa yang harus saya jawab, sedang
Dia sudah tahu segalanya……?. Sampai disini Abdullah bin Umar masih belum puas,
dia terus mencoba keimanan Mujahid tersebut. Dengan suara pelan , sedih dan
memelas beliau berkata: “Kau seorang budak yang miskin,tidak memiliki kekayaan
dunia sedikitpun! Sedangkan majikanmu kaya, berkecukupan dan menikmati
kemewahan, dia tidak akan merasa rugi atau kehilangan seekor atau dua ekor
kambing, bukankah dia sudah memeras tenaga dan keringatmu secara kejam.
Mungpung ada kesempatan untuk bersenang dan menikmati makan yang serba enak.
Kalau ditanya majikan, katakan saja kambingnya diterkam serigala. Wahai
saudaraku, sekarang potonglah kambing itu buat kami. Dagingnya kami makan dan
uangnya buat kau, semuanya akan kami rahasiakan, sehingga majikanmu tidak akan
tahu selamanya”. Nampak rawut kemarahan di wajahnya, dengan suara keras dan
sinis dia berkata :”Apa yang menyebabkan engkau mendorong-dorong saya melakukan
maksiat kepada Allah…? Saya tak mungkin
menuruti kata-katamu. Demi Allah, engkau bagi saya seakan-akan setan yang
berbentuk manusia.”. Suaranya semakin terdengar keras:”Demi Allah yang tiada
tuhan melainkan Dia, aku tiak akan sekali-kali melakukan perbuatan itu. Biarlah
aku hidup dalam kemiskinan harta duniawi, daripada mengorbankan keimananku
untuk hal yang bersifat sementara dan cepat musnah. Demi Allah, Dia pasti
melihatku, aku tidak mau membutakan mataku dan mata batinku dari penglihatan
Allah Yang Melihat. Jika berani menentang kehendakNya maka bisa-bisa aku jadi
kafir tanpa aku sadari. Pengembala itu menundukkan kepalanya, seakan-akan enggan
melihat tamu yang ingin menjerumuskannya kepada dosa dan maksiat.
Sampai disini Abdullah bin Umar masih mencoba menggoda lelaki yang
ada dihadapannya untuk mengetahui kekuatan imannya dan keteguhan hati nuraninya
:”Sudah aku katakan kepadamu, kau ini miskin”. Bukankah nabi pernah bersabda: “hampir
saja kemiskinan itu menarik orang menuju kekafiran”. … dan aku telah berjanji
padamu, tidak akan menceritakan kepada majikanmu tentang kambing dan uang itu.
Kesabaran Mujahid si penggembala miskin itu sudah sampai pada puncaknya,
meledaklah marahnya, bagai singa yang sedang mengamuk dan gunung api yang
memuntahkan laharnya, dia berteriak dengansuara yang sangat keras ke muka
Abdullah bin Umar:”Kalau keadaannya demikian, lalu dimanakah ALLAH………?Dapatkah
kita bersembunyi dari intaiannya….?Bukankah Dia melihat segala yang kita
lakukan…..?Lalu dimana ALLAH….. dimana
ALLAH…… di m a n a…….? Air mata mujahid itu mengucur deras,karena rasa
sedih, dan takutnya kepada Allah. Dia masih terus berteriak dengan suara bergetar dan isak tangis:”Dimana
Allah….hendak kita kemanakan Allah…? Bukankah Dia melihat kita . Dimana
Allah!!! Dimana Allah…. Dimana Allah!!! Teriaknya terus bergema dipadang pasir
luas yang panas dan gersang itu .
Abdullah bin Umar dan Abdurrahman bagai baru terbangun dari tidur
yang panjang. Keduanya terpaku , hati mereka bergetar merasakan sesuat yang
sejuk, yang tiada dapat dilukiskan oleh kata-kata, keduanya berpandangan, rasa
hormat dan kagumnya bertambah-tambah terhadap lelaki miskin si penggembala itu.
Tanpa mereka sadari air matanya meleleh , dan bibir-bibir mereka seakan ada
yang menuntun ketika keduanya mengikuti pekikan yang terus bergema itu “Dimana
Allah!!Dimana Allah!!!
Padang pasir yang sebelumnya sunyi itu, sekarang dipenuhi oleh
suara ketiga insan itu:”Dimana Allah?? Dimana Allah …???Ketika mengucapkan
kata-kata itu, ketiganya merasa dekat sekali dengan pencipta-Nya yang Maha
Penyayang, mereka seakan-akan bersama dengan Allah,hidup dalam lingkup
cakrawala keimanan yang tinggi masing-masing merasa perasaan
spiritualnya:”Seolah-olah aku sedang
melihat kerajaan Allah –ku, seolah-olah aku melihat penghuni surga yang saling
berkunjung dengan ceria, dan seakan aku mendengar rintihan dan jeritan tangis
penghuni api neraka yang hina”.
Mereka teringat pada sabda Rasulullah saw;”Allah Swt senatiasa
menyinari hati orang Mukmin”. Mereka bagaikan berenang dalam lautan cinta
Illahi, Allah bersama mereka, dan mereka senantiasa bersama Allah.
Seperti firman Allah:”Dan Dia selalu bersama
kamu dimanapun kamu berada (QS. 57(Al-Hadid):4)“Dan Kami lebih dekat
kepadanya daripada urat lehernya” (QS.50 (Qaf) :16)
Setelah melepaskan rindunya kepada Allah dan menemukan Telaga Ilahi
yang baru mereka dapatkan, mereka kembali merasa lebih tenang. Di dalam
ketenangan dan kedamaian tersebut Abdullah bin Umar bergumam seakan berbicara
kepada dirinya sendiri :” ya junjunganku Rasulullah! Berbahagialah engkau ,
karena umatmu sesudah paduka pergi masih ada yang tetap pada jalur yang engkau
gariskan untuk mereka. Mereka masih tetap dalam pangkuan islam yang hidup, yang
benar, yang sehat,islam karyanya, bukan islam bicaranya, islam taqwanya, bukan
islam pengakuannya, islam kalbunya, bukan islam lidahnya!! Bergembiralah
kekasihku … ya Rasulullah , karena umatmu umat pahlawan yang banyak beroleh
berkah, yang mampu menaklukkan hawa nafsu sebelum berhadapan dengan musuh, dan
tabah dalam menghadapi godaan nafsu angkara murka. Masih adakah orang yang
meragukan, bahwa menaklukan musuh yang
mengalir di dalam aliran darah sendiri, lebih sulit daripada menumpas musuh
yang berlindung dibalik perisai dan pedang. Alangkah indahnya kata-katamu, wahai
junjunganku, ya Rasulullah, ketika paduka kembali dari medan perang dan berkata
:”Kami baru kembali dari medan perang kecil menuju ke medan perang yang
lebih besar, yaitu perang melawan hawa nafsu”. Sabda Rasulullah:”Seorang
Mujahid yang sebenarnya ialah yang mampu menaklukkan dirinya demi Allah Swt”. (
HR. Turmizi). Allahumma ya Allah, andai doa itu bukan suatu perintah, sudah
tentu kita tidak perlu berdoa, bukankah Engkau telah berjanji untuk memenangkan
kaum Mukminin itu. Firman Allah: “dan
adalah kewajiban Kami (Allah) untuk memenangkan kaum Mukminin?” (Ar Rum
47) .
Abdullah bin Umar menoleh kepada Mujahid si penggembala Mukmin itu,
dan bertanya tentang nama dan alamat majikanya, penggembala itu merasa heran.
Walaupun heran, dia beritahukan juga nama dan alamat majikannya, walau dia
tidak tahu apa maksudnya. Berdasarkan data yang dia dapat dari si Penggembala,
maka tahulah Abdullah bin Umar bahwa majikannya adalah salah seorang tokoh di
kota Mekkah yang sudah dia kenal dengan baik.
Sampai disini, Abdullah bin
Umar dan Abdurrahman mohon diri kepada Mujahid untuk meneruskan perjalananya.
Ternyata dalam perjalanan mereka benar-benar merasakan kesan yang sangat luar
biasa dari peristiwa yang baru mereka alami. Mereka sangat bahagia karena sudah
berhasil menemukan Telaga Ilahi, yang tidak sembarang orang dapat menemukan
mutiara berharga itu. Seakan-akan tak bosan bibir mereka berkata :”Dimana
Allah???!!!!Dimana Allah? Mereka terus mengucapkannya dengan perlahan…….. ber ulang-ulang…..!
Dalam perjalan yang melelahkan dan meletihkan, akhirnya sampai juga mereka kekota Mekkah, sahabat
Abdurrahman menawarkan istirahat sejenak pulang kerumah. Namun Abdullah
menolaknya, dia masuki kampung yang satu terus kekampung yang lain melalui
jalan yang sempit, gang, lorong tanpa memperdulikan rasa letih badannya,
dicarinya alamat rumah majikan sang penggembala yang mukmin itu, hingga
bertemu. Dengan ikhlas di belinya budak dan kambing itu,lalu diumumkannya
kepada masyarakat umum bahwa dia telah membebaskan si Penggembala Mukmin itu
semata-mata karena Allah, dia serahkan kambing yang dibelinya kepada
penggembala itu semuanya tanpa sisa, seraya berkata :”Kebaikan tiada
balasannya kecuali kebaikan juga”.(QS Ar Rahman : 60)
Abdullah berjalan menuju rumahnya dan dengan perlahan dan
berulang-ulang dia mengucapkan kalimat yang sudah menguasai bathinnya. Dimana
Allah…??? Dimana Allah…………..????? Dihari-hari selanjutnya bila dia ketemu
sahabatnya dia berkata;”Kalimat itu sudah memerdekakan penggembala itu di
dunia, semoga kalimat itu dan amal-amalnya yang lain, yang diisebabkan dari
rasa takutnya kepada murka Allah ,akan memerdekakannya di akhirat.
Seseorang tidak akan membangkang kepada Allah, jika dia merasa
bersama dengan Allah dan Dia tidak pernah meninggalakannya sekejabpun. Semoga
dialah yang dimaksud-Nya dalam firman-Nya : “Laki-laki yang tidak pernah
dilalaikan oleh perniagaan atau jual beli dari mengingat-ingat Allah”(QS. An
Nur: 37).
Kalbunya memancar terang dengan mengingat asma Allah, dan kerinduan
pada-Nya semakin terasa. Kemudian, dia kembali mengulang-ulang :
Dimana Allah….. Dimana Allah…….Dimana Allah...
Dia selalu mengulang-ulang kata-kata itu di sepanjang sisa
hidupnya, dan dia menangis bila mengingatnya, sambil berkata : “Demi Allah,
itulah kata-kata yang dapat membebaskan seseorang dari api neraka. Demi Allah,
itulah kata-kata yang dapat mengantarkan seseorang kepada keimanan yang hakiki.
Demi Allah, dia mampu menuntun tangan orang melakukan pekerjaan yang diridhoi
Allah Swt. Demi Allah, dia mampu menyampaikan seseorang untuk masuk ke sorga
Allah SWT yang tinggi.